Krisis Lapangan Kerja: Jobless Melanda Dunia, Begitu Pula Indonesia

Oleh: Reisyavitani Adelia Rahma

Majalengka // zonakabar.com – Belakangan ini, banyak negara besar dilanda gelombang pengangguran yang menimbulkan keresahan. Di Amerika Serikat misalnya, penciptaan lapangan kerja turun tajam, hanya bertambah 22.000 pekerjaan sepanjang Agustus 2025. Akibatnya, tingkat pengangguran naik ke 4,3 persen, tertinggi sejak 2021 (Reuters, 5 September 2025). Kondisi ini menjadi pengingat bahwa pasar kerja AS semakin longgar di tengah inflasi tinggi, tekanan suku bunga, dan ketidakpastian politik.

Bacaan Lainnya

Di Tiongkok, situasinya juga tidak kalah serius. Tingkat pengangguran pemuda di wilayah perkotaan—usia 16–24 tahun—mencapai 16,9 persen pada Februari 2025, naik dari 16,1 persen bulan sebelumnya (Reuters, 20 Maret 2025). Angka ini mencerminkan betapa beratnya anak muda Tiongkok masuk pasar kerja, meskipun pertumbuhan ekonomi negara itu cukup besar.

Di Inggris, tren serupa juga terlihat. Tingkat pengangguran naik ke 4,7 persen pada kuartal kedua 2025, sementara jumlah lowongan kerja menyusut tajam (The Guardian, 17 Juli 2025). Hal serupa menimpa Prancis, di mana angka pengangguran menembus 7,6 persen pada pertengahan 2025, level tertinggi sejak 2018 (Le Monde, 22 Juli 2025). Ini jelas menunjukkan betapa rapuhnya pemulihan pasar tenaga kerja global.

Indonesia: Angka Turun, Masalah Tetap Berat

Jika melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran nasional memang turun tipis dari 4,82 persen menjadi 4,76 persen per Februari 2025. Namun jumlah penganggur tetap besar, yakni sekitar 7,28 juta orang (Jakarta Globe, 6 Mei 2025). Pada rentang usia 15–24 tahun, tingkat pengangguran justru melonjak hingga 16,16 persen (Kompas, 6 Mei 2025).

Survei juga menunjukkan bahwa sekitar 23,8 persen anak muda Indonesia masuk kategori NEET (Not in Employment, Education, or Training). Artinya, hampir seperempat anak muda tidak sekolah, tidak kuliah, dan tidak bekerja (Kompas, 6 Mei 2025). Ironisnya, tingkat pengangguran paling tinggi justru dialami lulusan vokasi, yakni 8 persen, disusul lulusan perguruan tinggi yang banyak berakhir di sektor informal (Kompas, 6 Mei 2025).

Dari catatan sebelumnya, tren ini bukan hal baru. Pada 2024, tingkat pengangguran pemuda berada di angka 13,14 persen, naik sedikit dari 13,12 persen pada 2023 (The Global Economy, 2024). Jadi, meski angka nasional tampak turun, masalah struktural di kalangan anak muda semakin serius dan tidak bisa dianggap sepele.

Mengapa Bisa Serunyam Ini?

Pertama, banyak analis berpendapat bahwa krisis ini menunjukkan sistem ekonomi yang dominan—kapitalisme—tidak sanggup menyediakan lapangan kerja yang cukup. Kekayaan dunia semakin terkonsentrasi pada segelintir orang. Di Indonesia, riset Celios menunjukkan bahwa kekayaan 50 orang terkaya setara dengan kekayaan 50 juta rakyat biasa (Celios, 2023). Ketimpangan ini membuat negara semakin kesulitan memberikan solusi nyata.

Kedua, langkah pemerintah membuat job fair ataupun memperbanyak institusi pendidikan ternyata belum menjawab permasalahan yang ada. Tidak sedikit industri terkena badai pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, sementara lulusan baru menumpuk tiap tahun. Akhirnya, banyak anak muda yang harus rela masuk sektor kerja informal dengan pendapatan rendah dan tanpa jaminan sosial.

Ketiga, ada kesan negara “lepas tangan” dari tanggung jawab utamanya: menyediakan lapangan kerja bagi rakyat. Negara sering melempar bola ke individu, seolah semua masalah selesai jika orang rajin belajar atau ikut pelatihan. Padahal, akar masalahnya jauh lebih dalam, yakni terkait sistem ekonomi yang timpang dan tidak berpihak.

Alternatif: Pandangan Sistem Islam

Jika melihat dari perspektif Islam, negara memiliki peran yang sangat penting. Pemimpin dalam Islam diposisikan sebagai raa’in—pengurus rakyat. Artinya, negara wajib memastikan rakyat memiliki akses kerja. Caranya bisa melalui penyediaan pendidikan yang sesuai kebutuhan, bantuan modal, pembangunan industri, hingga distribusi tanah bagi yang membutuhkan.

Selain itu, sistem ekonomi Islam menekankan distribusi kekayaan yang adil, sehingga tidak menumpuk di kalangan elite. Dengan begitu, jurang kaya–miskin dapat dipersempit. Dari sisi pendidikan, sistem Islam bukan sekadar menyiapkan orang “siap kerja”, tetapi juga membentuk tenaga ahli di bidangnya, sehingga benar-benar dapat berkontribusi optimal bagi masyarakat.

Jika sistem seperti ini dijalankan, masalah pengangguran akan lebih terkendali. Bukan berarti masalah langsung hilang, tetapi setidaknya negara memiliki mekanisme yang jelas untuk memastikan rakyat tetap bisa bekerja dan hidup layak.

Penutup

Krisis pengangguran global menunjukkan adanya masalah serius dalam sistem ekonomi dunia. Dari Amerika, Tiongkok, Inggris, hingga Indonesia, gejalanya sama: semakin banyak orang—terutama anak muda—sulit mendapatkan pekerjaan layak. Selama sistem yang timpang masih dibiarkan, pengangguran akan terus menjadi masalah tahunan yang menekan daya beli, stabilitas sosial, bahkan politik.

Di titik inilah muncul dorongan untuk mencari solusi alternatif. Sistem Islam menawarkan model yang berbeda: negara hadir aktif sebagai pengurus rakyat, distribusi kekayaan lebih adil, dan pendidikan diarahkan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang bermanfaat.

Pertanyaannya hanya satu: mengapa sistem Islam, yang telah terbukti menyejahterakan rakyat selama hampir 13 abad, tidak dicoba kembali diterapkan? Mengapa justru bersikeras mempertahankan sistem kufur yang nyata-nyata memperluas pintu kemaksiatan?


Referensi

Reuters. 5 September 2025. “Pengangguran AS Tertinggi Sejak 2021.”

Reuters. 20 Maret 2025. “Pengangguran Pemuda di Tiongkok Naik Jadi 16,9%.”

The Guardian. 17 Juli 2025. “Jobless Rate Inggris Naik ke 4,7%.”

Le Monde. 22 Juli 2025. “Unemployment in France Hits 7.6%.”

Jakarta Globe. 6 Mei 2025. “BPS: Pengangguran Indonesia Turun Tipis.”

Kompas. 6 Mei 2025. “23,8% Pemuda Masuk Kategori NEET.”

The Global Economy. 2024. “Youth Unemployment in Indonesia.”

Celios. 2023. “Laporan Ketimpangan Kekayaan di Indonesia.”

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *