Oleh Sumiati
Pendidik Generasi
Majalengka // zonakabar.com – Menurut kamus Bahasa Indonesia, dalam konteks pemerintahan, retret mengacu pada kegiatan orientasi, pembekalan, dan pelatihan yang diberikan kepada pejabat terpilih.
Baru-baru ini, kita dikabarkan dengan adanya agenda retret bagi para kepala daerah. Yang dilaksanakan oleh pemerintah, dengan tujuan agar pemerintah daerah bisa bisa membantu pemerintah pusat dalam mengalirkan dana ke seluruh wilayah Indonesia. Acara tersebut dilaksanakan di Magelang pada tanggal 21-20 Februari 2025 yang menelan anggaran negara senilai Rp 13 Miliar. Dikutip dari tirto.id.com.
Angka yang pantastis, di tengah ekonomi negeri tidak baik-baik saja, namun pemerintah menggelontorkan dana sedemikian besar untuk sesuatu yang belum pasti bermanfaat bagi rakyat atau malah mendapatkan kemadharatan bagi rakyat. Walau pun hal itu di klaim oleh Bima Arya sebagai wakil menteri dalam negeri, meminta masyarakat untuk tidak berprasangka buruk pada nilai yang demikian pantastis.
Retret yang dianggap sebagai sarana untuk menyiapkan kepala daerah dalam menjalankan tugasnya, khususnya koordinasi dengan pusat dan daerah lain. Namun banyak pihak yang menyatakan bahwa retret tidak membawa manfa’at, dan sejatinya yang jauh lebih penting saat ini adalah menyiapkan konsolidasi dengan jajaran di bawahnya. Apalagi hari ini ada banyak hal yang seharusnya diperhatikan oleh mereka dalam menghadapi bulan ramadan, baik kesiapan stok makanan hingga pengaturan mudik lebaran.
Efisiensi dana yang berdampak pada kurangnya pelayanan pada rakyat sesungguhnya membuktikan bahwa negara abai atas tanggungjawabnya sebagai pengurus rakyat. Negara hanya sebagai operator dan fasilitator untuk korporasi. Peran ini makin kuat ketika diterapkan desentralisasi kekuasaan atau penerapan otonomi daerah. Inilah wajah buruk negara kapitalisme.
Di sisi lain, dalam retret tersedia berbagai fasilitas yang mewah. Menjadi ironis ketika ada banyak rakyat yang hidupnya susah. Apalagi ini terjadi ditengah kebijakan efisiensi anggaran untuk mensukseskan MBG dan lain-lain. Seharusnya pejabat memiliki empati pada rakyat yang hidup susah agar muncul kesadaran akan tanggungjawabnya untuk membuat kebijakan yang mengutamakan kepentingan rakyat.
Islam menetapkan penguasa adalah raa’in atau pengurus rakyat yang akan diminta pertanggungjawban oleh Allah. Didukung sistem Islam dalam menjalankan tugas ini, penguasa akan mewujudkan kesejahteraan rakyat dan memenuhi berbagai kebutuhannya, baik langsung maupun tidak langsung. Islam memiliki sistem pendidikan yang mampu menghasilkan generasi pemimpin yang siap mengemban amanah kepemimpinan. Ketika dibutuhkan pembekalan maka akan diadakan seefektif dan seefisien mungkin dan fokus pada konten pembekalan bukan pada seremonial dan kemewahan yang menghamburkan uang rakyat.
Dalam sejarah kegemilangan Islam, sahabat Rasulullah saw banyak memberikan teladan dalam penggunaan harta umat. Diantaranya Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, hadits no 7194, bahwa Ubaidah bin Al-Jarrah pernah menerima harta yang tidak jelas asalnya. Ia memutuskan untuk mengembalikan harta tersebut kepada negara karena khawatir bahwa harta tersebut mungkin diperoleh dengan cara tidak sah.
Begitu pun ketika beliau mengaudit harta umat dengan teliti, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah pernah melakukan audit harta umat, dengan teliti untuk memastikan bahwa harta umat digunakan secara efektif dan efisien. (HR. Muslim no. 1756. Contoh tersebut menunjukkan bahwa Abu Ubaidah bin Al-Jarrah sangat hati-hati dan transparan dalam mengelola harta umat, dan selalu berusaha untuk memastikan bahwa harta umat digunakan sesuai dengan syariat Islam.
Bukan hanya beliau, sahabat Rasulullah saw. lainnya juga seperti Umat bin Al-Khathab, sangat berhati-hati dalam pengelolaan dan penggunaan harta umat, beliau sangat khawatir jika urusan pribadi beliau menggunakan harta umat. MasyaAllah, teladan dari para sahabat Rasulullah saw. sangat jelas bahwa Islam memandang urusan umat lebih utama dan diutamakan. Tentu, semua itu lahir dari binaan manusia mulia yakni Rasulullah saw.
Wallahu a’lam bishshawab