Oleh: Putri Efhira Farhatunnisa (Pegiat Literasi di Majalengka)
Majalengka // zonakabar.com – Hari raya Idul Fitri identik dengan tradisi mudik lebaran, waktu yang tepat untuk berkumpul bersama keluarga tersayang. Orang-orang yang merantau di kota untuk mencari nafkah berbondong-bondong pulang ke kampung halaman pada momen-momen spesial ini. Namun sayangnya hal ini juga cenderung menjadi gambaran kehidupan yang tidak merata sehingga orang-orang berbondong-bondong hidup di kota, di samping fenomena mudik itu sendiri juga lekat dengan berbagai persoalan, mulai dari kemacetan hingga sarana dan prasarana transportasi yang tidak aman. Semua hal tersebut masih menjadi problem hingga saat ini.
Menurut pengamat transportasi Djoko Setijowarno, pemerintah gagal dalam menyediakan layanan transportasi yang merata hingga pelosok daerah. Salah satu indikasinya adalah maraknya travel gelap. Layanan ini beroperasi door to door, sehingga masyarakat menilai memudahkan mobilitas mereka. Travel gelap dipilih karena kurangnya layanan transportasi umum yang ada (liputan6.com, 23/3/2025).
Buruknya Tata Kelola Transportasi
Keberadaan travel gelap ini dinilai membahayakan layanan transportasi umum, karena bisa jadi masyarakat lebih memilih travel gelap daripada transportasi umum. Padahal kalau ditinjau lebih jauh, keberadaan travel gelap ini ada karena dilihat memiliki peluang usaha dari kondisi daerah yang kurang transportasi umum. Maka keberadaannya telah menjawab salah satu persoalan transportasi masyarakat meski tetap resikonya lebih besar saat terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dibandingkan dengan transportasi umum yang lebih mudah untuk ditelusuri.
Seharusnya kepekaan terhadap kebutuhan transportasi dimiliki oleh pemerintah. Karena pemerintah wajib mengadakan layanan transportasi umum yang aman, nyaman, mudah, murah, dan merata di seluruh daerah. Namun sayangnya pada sistem yang diterapkan hari ini, negara hanya menjadi regulator untuk kepentingan para pebisnis. Termasuk pengelolaan transportasi yang diserahkan pada pihak swasta.
Transportasi dikomersialkan, penguasa cenderung berpihak pada pengusaha. Sehingga persoalan dalam sarana transportasi tak kunjung mendapat solusi. Mulai dari kemacetan hingga kecelakaan yang meningkat pada masa mudik merupakan cerminan buruknya tata kelola sektor ini.
Sementara itu, infrastruktur dan fasilitas umum yang tidak merata membuat orang-orang lebih memilih bekerja di kota-kota besar. Karena menggantungkan kehidupan di kota besar dinilai lebih menjanjikan dibanding kampung sendiri yang pendapatannya relatif kecil. Hal tersebut tentu menambah jumlah pemudik setiap tahunnya.
Berbagai diskon mudik lebaran hanya ‘nyombo’ (menghibur orang) namun tidak menyelesaikan persoalan dari akar. Karena sejatinya transportasi yang murah adalah hak rakyat dan seharusnya tidak hanya didapat ketika momen tertentu saja. Tapi inilah yang terjadi ketika pengelolaan transportasi diserahkan pada swasta yang berorientasi profit.
Transportasi dalam Pandangan Islam
Islam memandang bahwa transportasi adalah kebutuhan rakyat, untuk memudahkan mobilisasi. Ketika berhubungan dengan kebutuhan rakyat, maka Islam melarang untuk mengomersilkanya. Transportasi ini tentu juga perlu ditopang infrastruktur lain yang memadai. Maka meskipun pembangunan infrastruktur rumit dan mahal, pengelolaannya tidak diserahkan pada swasta.
Dengan begitu, negara dapat berkuasa penuh atas penyediaan transportasi sesuai kebutuhan untuk kemaslahatan rakyat. Negara wajib memenuhi kebutuhan transportasi yang aman, nyaman, mudah, murah dan merata serta dilengkapi dengan fasilitas penunjang sesuai perkembangan teknologi. Anggaran untuk persoalan ini pun merupakan anggaran mutlak karena merupakan kebutuhan publik yang wajib dipenuhi.
Islam dalam Menangani Infrastruktur
Islam memiliki sumber pendapatan yang banyak dan beragam untuk memenuhi kebutuhan umat, contohnya Sumber Daya Alam (SDA). Sehingga mampu untuk membangun infrastruktur termasuk transportasi yang murah, mudah, dan berkualitas terbaik. Karena sejatinya rakyat itu perlu dilayani sebaik mungkin.
Di sisi lain, Islam juga memandang bahwa kemajuan dan pembangunan adalah hak seluruh rakyat dan kewajiban negara. Maka akan dilakukan pemerataan infrastruktur untuk menunjang berbagai aktivitas publik di semua tempat bahkan daerah. Dengan begitu potensi ekonomi akan terbuka di seluruh wilayah, bukan hanya di perkotaan saja.
Berbeda dengan negara yang menerapkan kapitalisme seperti sekarang ini, jangankan layanan transportasi impian, infrastruktur untuk menuju sekolah saja tidak memadai. Banyak dari siswa-siswi di pelosok yang harus menyebrangi sungai untuk ke sekolah. Itulah salah satu buah penerapan kapitalisme yang bukan berorientasi pada kemaslahatan rakyat.
Wallahua’lam bishawab.