Kedekatan Penguasa-Pengusaha Jabar :Harapan Untuk Kepentingan Rakyat Semata?

Ina Agustiani, S.Pd
(Praktisi Pendidikan)

Majalengka // zonakabar.com – Pernyataan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang biasa disapa KDM mengungkapkan telah menjalin kerja sama dengan pengusaha ternama Indonesia. Di akun instagramnya beliau menyebut Tomi Winata adalah rekan bisnisnya seorang pengusaha pemilik Grup Arta Graha, tujuannya untuk membangun daerah-daerah terisolir di Jabar, mengembalikan fungsi hutan, gunung (terutama Gunung Wayang yang hampir rusah dan mengembalikan ekosistem alaminya) serta perkebunan (teh dan karet sedikit demi sedikit telah berubah peruntukannya). Jadi semua dilakukan untuk kebaikan negeri ini.

Bacaan Lainnya

Dengan kerja sama tersebut mengembalikan perkebunan dan gunung pada habitat aslinya, masyarakat mendapatkan lapangan pekerjaan di daerahnya masing-masing tak perlu merantau, sehingga bisa merawat perkebunan tersebut. Selain itu KDM juga beranggapan berhak menjalin kerja sama dengan siapapun selama dilakukan secara terbuka diketahui oleh semua masyarakat, selama bertujuan baik untuk kemakmuran rakyat. Menurutnya lebih baik menjadi pemimpin yang berhubungan dengan kalangan pengusaha secara terbuka daripada pura-pura anti oligarki.

Stigma negatif juga diarahkan kepada KDM manakala adanya foto bersama dengan pemilik Agung Sedayu Grup, Sugianto Kusuma alias Aguan investor IKN di Gedung Sate, Bandung. KDM dianggap dibiayai oleh oligarki, padahal yang terjadi adalah Pemprov kedatangan tamu dari Yayasan Budha Tzu Chi yang dimotori oleh Menteri Perumahan dana Kawasan Pemukiman (MPKP), Maruarar Sirait, untuk memberikan bantuan masyarakat kota Bandung di kawasan rumah yang kumuh untuk dibangun kembali sebanyak 500 bangunan menjadi lebih layak.

Jadi KDM menjelaskan kerja sama dengan oligarki tidak ada yang menyasar untuk kepentingannya sendiri, akan berhubungan dengan siapapun secara terbuka selama legal, tidak merugikan rakyat, bayar pajak, menciptakan lapanan kerja, tidak mencemari lingkungan, untuk kebaikan dan kemakmuran akan dilakukannya.

Kerja sama Berpotensi Kepentingan
Kerja sama dengan oligarki kita semua tahu dan menjadi rahasia umum, bahwa “tidak ada makan siang gratis”, artinya ada kepentingan dan keuntungan yang dicapai oleh pihak swasta. Maka “perselingkuhan” penguasa dan pengusaha sangat kental terjadi ke depannya manakala win-win solution tidak sepakat akan terjadi konflik kepentingan dari pejabat yang berbisnis, borok-borok di dalamnya pun akan terlihat, akhirnya saling menghujat dan membuka aib. Itu adalah efek jangka panjang dari kerja sama ini.

Sah-sah saja sebenarnya jika pejabat melakukan bisnis, karena menyelesaikan masalah umat dan berbisnis adalah amalan terpisah. Tetapi potensi untuk menyalahgunakan wewenang semakin besar. Jika negara dan swasta bersatu melakukan kolaborasi maka batasannya akan jadi bias dan abu-abu, bahasa politiknya adalah Despotic Leviathan (negara dan korporasi menyatu berpotensi jadi raksasa zalim dengan kekuatan besar).

Kolaborasi pengusaha-penguasa hampir terjadi di seluruh bagian dunia, dianggap lumrah. Seolah negara tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya, rakyat dianggap beban, padahal memang kewajiban negara, itulah dasar demokrasi.

Perputaran ekonomi tidak merata, uang berputar di kalangan tertentu saja, jurang kaya-miskin makin menganga lebar dan dalam. Demokrasi bertanggung jawab terhadap pemimpin tak amanah, memasukan para cukong dalam urusan pengelolaan yang harusnya hanya negara yang mampu mengelolanya. Akibatnya ada politik transaksional yang bersyarat, ibaratnya memasukan orang lain kerumah kita, tamu itu memperbaiki bagian rumah yang rusak, sangat wajar jika tamu meminta bagian dari rumah yang kita tinggali.

Jual beli jabatan dan kebijakan menjadi normal dan jadi rahasia umum, pengusaa butuh regulasi yang menarik dan memihak untuk bisnisnya, penguasa butuh modal untuk pembangunan akibat kas negara tidak cukup. Ada peluang simbiosis mutualisme, kepentingan yang menjerat keduanya yang justru membahayakan umat. Maka dari itu kita harus kritis melihat berbagai kebijakan.

Islam Melahirkan Penguasa Amanah
Islam melahirkan penguasa yang amanah, takut kepada hal-hal yang berpotensi pada kemungkaran, apalagi praktik oligarki kerja sama dengan elit pengusaha. Karena amanah begitu penting untuk kelangsungan masa depan dunia dan akhiratnya, kebijakan penguasa akan selalu berhubungan dengan hukum syarak sehingga tercipta aturan yang bebas dari kepentingan elite pengusaha.

Rasulullah saw. bersabda, “Jika amanah disia-siakan, tunggulah kehancuran.” Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana amanah disia-siakan?” Rasulullah saw. menjawab, “Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (HR Bukhari).

Dalam Islam pengaruh oligarki/pengusaha dibatasi dengan beberapa mekanisme yang memfokuskan pada keadilan, akuntabilitas dan transparansi. Dengan begitu dapat menghilangkan pengaruh dominasi oligarki. Pertama hanya Allah satu-satunya pembuat hukum yang punya legislasi atas hukum seluruh alam, dalam Islam tidak ada kekuasaan legislatif karena kedaulatan ada di tangan syarak (Al-Quran dan Sunah), umat manusia hanya menjalankan bukan membuat, apalagi kelompok tertentu.

Kemudian dalam hal sistem ekonomi, negara punya kriteria mengenai kepemilikan yaitu untuk umum, individu dan negara. SDA yang diperlukan untuk hidup hajat khalayak ramai seperti air, api, minyak, padang rumput, hutan milik harus dikelola negara untuk kemaslahatan rakyat.

Kekayaan alam tidak boleh dimonopoli oleh sekelompok pihak, tidak boleh hasilnya dinikmati untuk kesejahteraan rakyat, infrastruktur, pendidikan. Negara sebagai pengelola harus punya kuasa untuk tidak memonopoli undang-undang yang akan menyengsarakan satu pihak, dan mengamankan pihak lain.

Dan terakhir mental dan sikap pemimpin yang harus punya value, ia harus punya kompetensi, rasa keadilan, ketakwaan, bukan atas kekayaan, popularitas, keturunan atau kedekatan dengan kelompok pengusaha. Karakter pemimpin yang ahli berdiplomasi, berdedikasi, punya daya juang, ketakwaan yang besar untuk selalu konsisten bekerja bukan untuk memperkaya dan mengamankan aset diri tetapi demi keadilan, kesejahteraan, keamanan dan kemudahan untuk kehidupan rakyat.

Dengan regulasi seperti ini peluang pengusaha-penguasa melalui kerja samanya tidak akan mengganggu kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Kepemimpinan benar-benar berfungsi dengan baik mengakomodir kepentingan umat. Wallahu A’lam.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *