Bullying: Gejala Sistem yang Sakit

Oleh: Putri Efhira Farhatunnisa Pegiat Literasi di Majalengka

Majalengka // zonakabar.com – Kasus bullying masih terus muncul di berbagai institusi pendidikan, menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam sistem pendidikan kita. Perundungan bukan perkara sepele, sebab dampaknya mampu mendorong seseorang melakukan tindakan kriminal bahkan bunuh diri.

Bacaan Lainnya

Salah satu contoh terjadi di sebuah pesantren di Aceh Besar. Seorang santri berusia 15 tahun yang kerap menjadi korban bullying nekat membakar asrama. Ia membakar kabel menggunakan korek api sehingga api menjalar dan menghanguskan asrama, kantin, serta rumah salah satu pengurus yayasan. Kerugian diperkirakan mencapai Rp2 miliar (Beritasatu.com, 8/11/2025).

Kasus lain muncul di SMA 72 Kelapa Gading, Jakarta. Seorang siswa yang diduga sering mengalami perundungan menjadi pelaku peledakan di musala sekolah. Sebanyak 96 orang luka-luka, termasuk dirinya. Meski dikenal pendiam dan tertutup, ia menyimpan kemarahan yang akhirnya meledak dalam bentuk tindakan destruktif (CNNIndonesia.com, 8/11/2025).

Normalisasi “Candaan” dan Peran Medsos yang Memperkeruh Situasi

Fenomena bullying semakin merajalela karena sering dianggap sekadar lelucon. Padahal, candaan yang menyakiti orang lain menunjukkan rendahnya adab dan kurangnya pendidikan karakter. Di titik ini, terlihat jelas bahwa pendidikan belum berhasil membentuk generasi yang beretika.

Media sosial juga menjadi wadah pelampiasan yang salah bagi sebagian korban bullying. Tanpa pengawasan dan kontrol diri, remaja mudah terpengaruh konten yang keliru, terlebih di masa pencarian jati diri. Alhasil, perilaku destruktif makin rawan terjadi.

Pendidikan Sekuler Kapitalistik dan Krisis Pembentukan Karakter

Dalam sistem pendidikan sekuler kapitalistik, fokus pembelajaran lebih diarahkan pada penciptaan tenaga kerja untuk kebutuhan ekonomi. Murid dinilai dari sisi manfaat material yang bisa mereka hasilkan, bukan sebagai individu yang seharusnya memberi kontribusi bagi peradaban.

Kapitalisme memandang kemajuan dari besarnya materi dan kekuasaan yang dimiliki. Padahal, tanpa adab dan akhlak, kemajuan materi hanya akan memunculkan masalah baru.

Pendidikan Islam sebagai Solusi Pembentukan Kepribadian

Sebaliknya, pendidikan Islam mengutamakan pembentukan syakhsiyah Islamiyah—kepribadian yang berpola pikir dan bersikap sesuai ajaran Islam. Di samping itu, Islam tetap mendorong penguasaan ilmu duniawi agar seorang Muslim dapat memberikan manfaat luas.

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”
(HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni; dihasankan al-Albani, Shahihul Jami’ no. 3289)

Pendidikan Islam yang berlandaskan akidah menanamkan ketaatan kepada Allah, adab yang luhur, dan teladan Nabi ﷺ. Nilai-nilai disiplin dan etika yang dipuji pada bangsa lain sejatinya telah diajarkan Rasulullah ﷺ sejak berabad-abad lalu.

Kemajuan dalam Pandangan Islam

Dalam Islam, kemajuan sejati terwujud ketika individu memiliki kepribadian Islam dan berkarya demi izzah agama Allah. Ketika orientasinya akhirat, kemuliaan dunia akan menyusul.

Peradaban Islam pernah mencapai masa keemasan: para ilmuwan seperti Ibnu Sina, Ibnu al-Haytham, hingga al-Jazari berhasil mengukir prestasi ilmiah luar biasa tanpa melepaskan akhlak dan iman.

Tanggung Jawab Negara dan Mekanisme Pencegahan dalam Islam

Negara dalam Islam berkewajiban menjamin pendidikan, membina moral masyarakat, dan mengawasi konten media sosial agar sesuai syariat. Mekanisme pencegahan kejahatan dalam Islam sangat komprehensif, termasuk yang berkaitan dengan kondisi mental.

Islam juga menetapkan sanksi yang bersifat menebus dosa dan memberikan efek jera. Dengan aturan tegas ini, seseorang akan berpikir berkali-kali sebelum melakukan tindakan kriminal.

Islam mengatur seluruh aspek kehidupan secara sempurna. Dalam naungannya, individu terlindungi, masyarakat aman, dan generasi tumbuh dengan akhlak mulia. Meski kondisi pendidikan saat ini memprihatinkan, penerapan syariat Allah merupakan jalan penyelesaian yang pasti.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *