Oleh: Ummu Fahhala, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)
Majalengka // zonakabar.com – Siang itu, angin Bandung bertiup pelan membawa kabar yang menggetarkan. Di halaman Kantor Kejaksaan Negeri Bandung, tiga orang berjalan menunduk. BT, NW, dan RAP. Mereka bukan rakyat kecil. Mereka adalah bagian dari badan usaha milik pemerintah. Kini, ketiganya harus menerima kenyataan: ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dalam proyek pengadaan barang dan jasa di PT Migas Utama Jabar.
Angka yang disebut jaksa membuat dahi siapa pun berkerut : Rp 86,2 miliar. Uang sebesar itu raib begitu saja, karena lemahnya pertimbangan terhadap prinsip Good Corporate Governance. PT Energi Negeri Mandiri, anak perusahaan BUMD Jawa Barat, harus menelan kerugian akibat gagal bayar dari PT Serba Dinamik Indonesia, mitranya sendiri.
Sayangnya, cerita ini bukan yang pertama di tanah Pasundan. Bahkan KPK jauh-jauh hari sudah mengingatkan bahwa risiko korupsi mengintai hampir semua lini, termasuk sektor kesehatan. Dinas Kesehatan Jawa Barat pun kebagian “peringatan” untuk memperbaiki tata kelola mereka. Mulai dari perencanaan yang lebih ketat, pengawasan inspektorat yang lebih kuat, hingga transparansi yang tak boleh ditawar lagi.
Lalu kita bertanya dalam hati: mengapa korupsi seperti tak ada habisnya?
Tersangkut di Setiap Sudut
Korupsi di Jawa Barat seperti akar pohon beringin tua. Menyusup di celah-celah sempit tanah, mencengkeram kuat, sulit dicabut. Hari ini migas, besok bisa saja zakat. Beberapa bulan lalu publik dikejutkan oleh dugaan korupsi di lembaga zakat sebuah kota di Priangan Timur. Lembaga yang seharusnya menjaga harta umat justru ternoda oleh tangan-tangan gelap.
Semua ini terjadi karena satu sebab, manusia di balik sistem tidak benar-benar diikat oleh nilai yang kokoh. Good Corporate Governance hanya slogan. Transparansi hanya formalitas di atas kertas. Padahal, seperti kata pakar hukum korupsi, Dr. Yenti Garnasih, sistem yang buruk dan longgar pengawasan membuka peluang besar untuk korupsi.
Hal serupa diungkapkan oleh peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, yang menyebut bahwa korupsi sudah seperti budaya di banyak daerah. Bukan hanya soal moral individu, tetapi soal sistem yang membiarkan kebocoran terjadi berulang kali.
Sistem yang Rapuh: Warisan Kapitalisme
Mengapa ini bisa terus berulang? Jawabannya terletak pada akar sistemik, yakni kapitalisme. Sistem ini menanamkan nilai bahwa materi adalah segalanya. Untung rugi diukur dari uang. Pejabat merasa berhak memperkaya diri selama belum ketahuan. Kepentingan publik jadi nomor dua.
Padahal Islam mengajarkan hal sebaliknya. Dalam Islam, setiap pemimpin bertanggung jawab bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Inilah sebabnya, ketika Umar bin Abdul Aziz memimpin, kas negara melimpah hingga tak ada lagi rakyat miskin yang mau menerima zakat. Mengapa? Karena semua pejabat takut berkhianat. Mereka sadar, Allah selalu mengawasi.
Islam: Solusi Bukan Sekadar Slogan
Sistem Islam memberikan solusi menyeluruh. Pertama, Islam menetapkan bahwa harta publik adalah amanah, bukan ladang mencari kaya. Setiap dinar harus dipertanggungjawabkan di hadapan manusia dan Tuhan. Kedua, Islam menyiapkan lembaga pengawas khusus, qadhi hisbah, yang bertugas memastikan tak ada penyimpangan.
Allah berfirman:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil…” (QS. Al-Baqarah: 188).
Lihatlah Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Ketika seorang gubernur bergaya hidup mewah, Umar tak segan mencopotnya, meski tanpa bukti korupsi. Baginya, gaya hidup tak wajar saja sudah mencurigakan. Betapa jauh dengan kondisi hari ini.
Penutup
Jawa Barat bukan tanah terkutuk. Ia tanah penuh harapan. Namun harapan itu hanya akan tumbuh jika sistemnya berubah. Jika aturan yang diterapkan berlandaskan nilai Ilahi, bukan sekadar untung rugi dunia.
Peringatan KPK, tindakan Kejaksaan, semua ini patut diapresiasi. Tapi bila akar masalahnya tetap dibiarkan, pohon korupsi ini akan tumbuh lagi dan lagi. Hanya sistem Islam, dengan seluruh prinsipnya yang lurus, yang mampu mencabut akar itu sampai ke dasar.